Sesungguhnya di antara tanda-tanda diterimanya ketaatan adalah adanya ketaatan setelahnya. Kita harus melanjutkan ketaatan dan mengejar kedekatan dengan Allah. Janganlah menjadikan khataman Al-Qur’an terakhir hanya di bulan Ramadhan, atau shalat malam terakhir hanya di malam-malam Ramadhan, atau berbuat baik dan dermawan hanya di hari terakhir Ramadhan. Meskipun Ramadhan telah berlalu, namun puasa, shalat malam, membaca Al-Qur’an, ibadah, dan ketaatan tidak pernah berakhir. Barangsiapa menyembah Ramadhan, maka Ramadhan akan berakhir dan berlalu. Namun barangsiapa menyembah Allah, maka Allah Maha Hidup dan tidak akan pernah mati. Sungguh buruk seorang hamba yang hanya mengenal Tuhannya di bulan Ramadhan saja.
Allah Ta’ala telah memperingatkan kita agar tidak menjadi seperti Bal’am bin Ba’ura, seorang ulama Bani Israil yang telah diberi Allah kemanisan iman dan tanda-tanda-Nya, kemudian dia berbalik dan membeli kesesatan dengan petunjuk, serta azab dengan ampunan, dan melepaskan diri dari ayat-ayat Allah sebagaimana ular melepaskan kulitnya.
Allah Ta’ala berfirman:
وَٱتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ٱلَّذِىٓ ءَاتَيْنَٰهُ ءَايَٰتِنَا فَٱنسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ ٱلشَّيْطَٰنُ فَكَانَ مِنَ ٱلْغَاوِينَ
“Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami, kemudian dia melepaskan diri daripadanya, lalu dia diikuti oleh setan, maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat.” (Al-A’raf: 175)
Allah Ta’ala juga memperingatkan kita agar tidak seperti “Raithah binti Sa’d”, seorang wanita gila di Mekah yang memintal benang sepanjang hari dengan kuat dan rapi, namun di akhir hari dia membatalkannya menjadi kusut, yaitu merusaknya setelah membuatnya rapi. Allah berfirman:
وَلَا تَكُونُوا۟ كَٱلَّتِى نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنۢ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنكَٰثًا
“Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai” (An-Nahl: 92)
Kemudian Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam memperingatkan tentang meninggalkan ketaatan setelah terbiasa melakukannya, dengan berkata kepada Abdullah bin Amr: “Wahai Abdullah, janganlah kamu seperti fulan yang dulu mengerjakan shalat malam lalu meninggalkan shalat malam.” Dan ketika Aisyah radhiyallahu ‘anha ditanya tentang amal beliau, dia menjawab: “Amalan beliau adalah kontinuitas” (Muttafaq ‘alaih). Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya amalan yang paling dicintai Allah adalah yang dikerjakan secara terus-menerus walaupun sedikit.” (HR. Muslim)
Nasihat-nasihat dalam Al-Qur’an ini ditujukan kepada orang-orang yang sempat merasakan keindahan beribadah kepada Allah selama Ramadhan. Mereka yang tekun menjalankan kewajiban dan menjauhi larangan selama bulan suci, namun setelah Ramadhan usai, justru kembali meninggalkan ajaran Allah dan menghancurkan amalan baik yang telah mereka bangun.
Peringatan ini juga mencakup mereka yang disiplin menjalankan shalat selama Ramadhan, tetapi begitu bulan suci berakhir, mereka mengabaikannya dan lebih memilih mengikuti keinginan duniawi.
Termasuk juga mereka yang berhasil menahan diri dari konsumsi minuman terlarang, tontonan negatif, dan musik-musik yang tidak pantas selama Ramadhan, namun setelahnya mereka kembali terjerumus ke dalam kebiasaan buruk tersebut.
Demikian pula dengan orang-orang yang rajin mengunjungi masjid dan membaca Al-Qur’an selama Ramadhan, tetapi kemudian mengabaikan kedua praktik tersebut setelah bulan suci berlalu.
Menurut pandangan para ulama, salah satu tanda terbesar dari tertolaknya amal ibadah adalah ketika seseorang langsung kembali kepada perilaku tercela segera setelah masa-masa ibadah khusus berakhir. Semoga Allah melindungi kita dari kondisi memprihatinkan seperti ini.