Hal-hal Penting yang Harus Dimiliki oleh Penuntut Ilmu dalam Belajar – (Bagian 1)

Pertama: Doa

Hendaknya ia selalu berdoa kepada Allah. Karena doa dapat membuka apa yang tertutup, mendekatkan yang jauh, menyatukan yang terpisah, dan memudahkan yang sulit.

Para ulama sangat memperhatikan pembahasan tentang doa dan kedudukannya. Mereka bahkan menulis karya-karya khusus tentangnya. Poin penting dari pembahasan ini adalah bahwa pencari ilmu termasuk orang yang paling membutuhkan doa. Semakin banyak seorang hamba merendahkan diri dan memohon kepada Allah sambil berusaha, maka ia akan melihat hasil dari doanya dan taufik Allah yang bahkan tidak pernah terlintas dalam pikirannya.

Kedua: Ikhlas dalam Tujuan

Janganlah menunggu pujian dari orang yang memuji, sanjungan dari yang menyanjung, atau kekaguman dari yang mengagumi… Karena ini adalah awal dari kebinasaan dan kemaksiatan dalam perjalanan setiap ibadah.

Khususnya dalam menuntut ilmu, karena ini adalah ibadah yang bermanfaat bagi orang yang mendengarnya, membacanya, dan yang menerimanya. Hendaklah tujuan dan maksudmu hanya untuk mencari ridha Allah Ta’ala.

Di sini setan memiliki bagian (celah), yaitu ketika sebagian penuntut ilmu berusaha memperbaiki niatnya berulang kali, terkadang setan dapat mengalahkannya sehingga menghalanginya dari menuntut ilmu dan berusaha memperolehnya. Para ulama telah menjelaskan bahwa ini termasuk tipu daya setan yang terbesar terhadap penuntut ilmu. Maka hendaklah ia mengikhlaskan niat karena Allah dan bersungguh-sungguh dalam hal itu. Sebanyak apapun setan memperdayanya, ia harus tetap melanjutkan perjuangannya, karena itu adalah bentuk ibadah dan perjuangan di jalan Allah.

Ketiga: Menjauhi Maksiat

Maksiat adalah perusak dan penghalang yang menjadi tembok dalam memperoleh setiap kebaikan. Seorang penuntut ilmu seharusnya menjadi orang yang paling berhati-hati dalam meninggalkan maksiat dan tidak mendekatinya.

Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata: “Sesungguhnya aku mengira seseorang bisa lupa ilmu karena dosa yang dikerjakannya.” (1)

Ali bin Khasyram rahimahullah berkata: “Aku melihat Waki’ bin Al-Jarrah tidak memegang kitab (catatan), namun dia bisa menghafal apa yang tidak bisa kami hafal, maka aku heran…”

Tentang hal itu, maka aku bertanya kepadanya: ‘Wahai Waki’, engkau tidak membawa kitab dan tidak menulis tinta hitam di atas putih (tidak mencatat), namun engkau bisa menghafal lebih banyak dari yang kami hafal?!’ Maka Waki’ – sambil berbisik di telinga Ali – berkata: ‘Wahai Ali, jika aku tunjukkan padamu obat lupa, apakah engkau akan mengamalkannya?’ Aku menjawab: ‘Iya, demi Allah.’ Dia berkata: “Tinggalkanlah maksiat, karena demi Allah, aku tidak pernah melihat sesuatu yang lebih bermanfaat untuk hafalan daripada meninggalkan maksiat.”

Oleh karena itu, seperti yang disebutkan dari Imam Syafi’i dalam syairnya (2):

شكوت إلى وكيع سوء حفظي…فأرشدي إلى ترك المعاصي
وقال اعلم بأن العلم نور…ونور الله لا يؤتى لعاصي

Aku mengadu kepada Waki’ tentang buruknya hafalanku
Maka dia menasehatiku untuk meninggalkan maksiat
Dan dia berkata: ‘Ketahuilah bahwa ilmu adalah cahaya
Dan cahaya Allah tidak diberikan kepada orang yang bermaksiat

Syair ini adalah kata-kata yang sangat terkenal dari Imam Syafi’i yang menekankan hubungan antara kebersihan hati (meninggalkan maksiat) dengan kemampuan menuntut dan memahami ilmu.

Keempat: Membaca Biografi Para Ulama

Hal ini termasuk perkara yang paling bermanfaat. Bacalah kitab-kitab biografi para penghafal ilmu, ulama hadits dan ulama lainnya, maka engkau akan melihat keajaiban di dalamnya. Jika bukan karena sanad-sanad dan ketersambungan riwayat, mungkin sebagian kejadian tidak akan dipercaya, karena manusia akan terkagum-kagum dan terheran-heran dengan kekuatan tekad mereka, kedalaman pemahaman mereka, dan karya-karya mereka.

Kitab-kitab biografi sangat banyak, dan di antara yang paling bermanfaat adalah: “Tadzkiratul Huffazh” dan ‘Siyar A’lam an-Nubala’, keduanya karya Imam adz-Dzahabi, belum lagi kitab-kitab biografi berdasarkan tingkatan dalam berbagai mazhab.

Bagaimanapun juga, seorang penuntut ilmu hendaknya menyediakan waktu untuk membaca sebagian kitab-kitab biografi, agar semangatnya menguat dan tekadnya bertambah kuat.

Kelima: Membaca Beberapa Kitab Adab Menuntut Ilmu

Yaitu kitab-kitab yang ditulis untuk para penuntut ilmu, agar seorang penuntut ilmu dan pemula dalam menuntut ilmu mengetahui bagaimana beradab dengan adab menuntut ilmu ketika hadir di majelis ilmu? Bagaimana beradab ketika bersama guru-guru? Bagaimana dengan teman-teman sepelajaran? Bagaimana mengajari orang yang tidak tahu? Bagaimana berinteraksi dengan keluarganya? Dan seterusnya… Karena kitab-kitab tentang menuntut ilmu membuka banyak pintu kebaikan bagi manusia.

Di antaranya sebagai contoh: Al-Jami’ li Akhlaq ar-Rawi wa Adab as-Sami karya Al-Khatib Al-Baghdadi, juga Tadzkirat as-Sami’ wal Mutakallim karya Ibnu Jama’ah al-Kinani, dan masih banyak kitab lainnya dalam pembahasan ini.

Referensi:

  • Al-Jami’ li Akhlaq Ar-Rawi wa Adab As-Sami’ (2/314) terbitan Maktabah Al-Falah]
  • Siyar A’lam an-Nubala’ (6/384) terbitan Dar as-Safa.

Terjemahan dari kitab:

يا طالب العلم كيف تحفظ؟ كيف تقرأ؟ كيف تفهم؟ ويليه: طالب العلم بين الترتيب والفوضوية

Karya: Syaikh Abdul Aziz bin Muhammad As-Sadhan

Diterjemahkan Oleh: Akhukum fillah Muhammad Irgi

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *